MULAI DARI DIRI SENDIRI UNTUK ORANG LAIN

 Terkadang kita lupa bahwa setiap individu bukan hanya diberi raga, namun juga pikiran dan perasaan. Sering kali kita tidak menyadari kondisi psikologis kita, melewatkannya dengan berkata bahwa hal itu merupakan sebuah hal yang lumrah. Namun, seiring perkembangan usia dengan semakin kompleksnya kehidupan, kita merasa tekanan disetiap segi kehidupan mulai dari lingkungan, keluarga, teman, bahkan diri sendiri. Terlebih bagi Gen Z, generasi yang lahir dalam rentang waktu tahun 1995 – 2010, hidup di masa yang serba instan ini tentunya menjadi tantangan tersendiri, begitu juga untuk mental.

Sebenarnya apa itu kesehatan mental? Dikutip dari situs Direktorat Promosi Kesehatan, kesehatan mental merupakan suatu kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan tenteram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari – sehari dan menghargai orang lain di sekitar. Apabila kesehatan mental terganggu akan muncul gangguan – gangguan pada psikologis, seperti depresi, gangguan kecemasan, anoreksia, dan lainnya. Pgangguan mental sama berbahayanya dengan penyakit fisik.

Dilansir dari situs merahputih.com, melalui Blue Cross Blue Shield Association (BCBSA), dr. Vincent Nelson mengatakan bahwa Milenial dan Gen Z merupakan generasi yang paling banyak terkena gangguan kesehatan mental ketimbang gangguan fisik, dibandingkan generasi baby boomers. Deborah Serani, Profesor Adelphi University serta penulis buku Living With Depsression menjelaskan beberapa faktor yang menjadi penyebab rentannya generasi Gen Z terhadap kesehatan mental, diantaranya kecanggihan teknologi, pemberitaan berlebihan yang diterima, pandangan terhadap mentalitas, serta jam kerja yang tidak jelas.

Adapun beberapa penyakit mental yang kerap dialami remaja zaman seakarang seperti gangguan kecemasan, ADHD (Attention Deficit Hyperactivy Disorder), gangguan makan (bulimia, anoreksia, dan lainnya), depresi, bipolar. Ada banyak penyebab dari penyakit mental diatas, seperti media sosial, hungan dengan keluarga atau pasangan, lingkungan, tekanan, sampai pelecehan seksual. Tentunya hal ini bukanlah masalah sepele, bahkan bisa menimbulkan upaya bunuh diri.

Beberapa waktu lalu, sebuah kejadian bunuh diri terjadi di Samarinda, Kalimantan Timur pada Sabtu, 11 Juli 2020. Seorang mahasiswa berinisial BP (25) yang merupakan perantau asal Kabupaten Penajam Paser Utama, ditemukan tewas gantung diri. Usut punya usut, menurut penjelasan Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Sungai Pinang,Iptu Fahrudi skripsi yang diajukan BP beberapa kali ditolak. Sebelumnya melalui pantauan CCTV, BP diketahui kerap bertingkah di luar kebiasaan, mondar mandir dengan gesture seperti marah dan berbicara sendiri. Namun, selain masalah skripsi banyak faktor pendukung lain yang dapat memicu terjadinya bunuh diri.  Menurut Psikolog Klinis RS PArikesit, Gerda Akbar, M.psi, tak ada perhatian saat seseorang mengalami tekanan dan latar belakang keluarga juga dapat memicu tindakan bunuh diri. Pemikiran untuk melakukan bunuh diri dapat semakin kuat ketika seseorang terus mnerus berpikir negatif terhadap permasalahan yang dihadapi hingga tak menemukan jalan keluar.

Seringkali pemicu datangnya penyakit mental itu sendiri datang dari orang lain maupun lingkungan. Baik dari media sosial, tekanan di perkuliahan, trauma masa lalu, dan yang lainnya. Meski telah banyak digaungkan di masyarakat, tidak banyak orang yang tahu bagaimana cara memperlakukan orang dengan gangguan mental dengan baik.  Justru mungkin mereka membuat keadaan tidak membaik dan malah memburuk. Hal ini dikarenakan mereka tidak memahami keadaannya.

Kita tidak dapat berharap banyak terhadap orang lain, maka mulailah langkah kecil dari diri sendiri. Kita dapat membantu mereka dengan berbagai hal. Pertama, menghargai mereka, terkadang mereka hanya perlu didengar dan ditemani. Kedua, jangan ikuti halusinasinya, orang dengan gangguan mental seringkali megalami halusinasi. Ketiga, pahami keadaan mereka, dengan bermacamnya gangguan mental, kita harus bisa menempatkan diri di antara mereka. Karena bagaimana pun keadaan mereka, mereka tetap membutuhkan kita. Keempat, perhatikan ucapan, seringkali mereka menjadi lebih sensitif, maka janganlah kita untuk diam dan tidak merespon. Kelima, mengurangi pandangan negatif terhadap penderita gangguan mental, mereka juga sama seperti kita, manusia seutuhnya yang membutuhkan dukungan dari orang lain. Keenam, tentunya penanganan professional akan lebih baik ketimbang dipendam sendiri.

Namun, sebelum melihat ke orang lain lebih dulu kita menilik ke dalam diri. Apakah kita baik – baik saja? Jawabannya ada pada diri kita sendiri, karena sesungguhnya kitalah yang paling mengetahuinya. Ketika merasakan adanya gejala, secepatnya untuk melakukan sharing dengan orang yang dipercaya. Jangan biarkan kita memendam semua masalah sendiri, walaupun sulit untuk melakukannya tapi ini bisa jadi salah satu bentuk kepedulian kita terhadap diri sendiri. Jangan lupa untuk selalu berpikiran positif terhadap diri sendiri dan permasalahan yang dialami. Kita harus bisa memaknai sebuah emosi dengan baik, tersenyum untuk diri sendiri bisa menjadi salah satu bentuk dukungan untuk diri sendiri.  Jika tidak sadar akan pentingnya kesehatan mental, kita bisa kehilangan potensi berharag dari pemuda pemudi Gen Z yang seharusnya dapat membangun bangsa menjadi lebih baik.

Sebagai penutup, ada sebuah kutipan dari Henric Frederic Amiel, Seorang filsuf moral, menurutnya dalam kesehatan terdapat kebebasan, kesehatan adalah hal penting pertama dalam semua kebebasan.

 

Refrensi :

https://merahputih.com/post/read/4-penyakit-yang-berisiko-menyerang-milenial-dan-generasi-z-gaul-jakarta

https://www.halodoc.com/artikel/5-gangguan-mental-yang-kerap-dialami-anak-milenial

https://www.seributujuan.id/id/apa-itu-kesehatan-mental

https://dosenpsikologi.com/cara-mengatasi-orang-yang-terkena-gangguan-mental

https://kaltim.idntimes.com/news/kaltim/m-zulkifli-nurdin/kata-psikolog-soal-mahasiswa-bunuh-diri-karena-skripsi-ditolak-dosen

http://rumahmillennials.com/2020/02/04/pentingnya-kesadaran-akan-kesehatan-mental-bagi-millennial-dan-gen-z-di-tahun-2020/

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untukmu yang sedang berjuang